Oleh Dr Abdul Mannan
Kuasai,
jangan cintai. Demi kianlah semestinya umat Islam memperlakukan dunia
dan seisinya. Sebab, Islam bukan ajaran yang bersifat dikotomi. Di ma
na untuk meraih rida Tuhan harus bersikap antidunia dan melulu meng isi
waktu dengan ibadah ritual semata.
Justru Islam mewajibkan
seluruh umatnya untuk tampil ke gelanggang, mengatur dunia (menguasai)
de ngan berpedoman dan berprinsip pada aturan main Tuhan (syariah).
Seperti itulah yang dilakukan oleh Rasulullah SAW beserta para
sahabatnya.
Seperti kita ketahui dalam sejarah peradaban Islam,
hampir semua sektor kehidupan dikuasai oleh umat Islam. Sebut saja
sektor ekonomi, yang kini menjadi sektor utama dalam kehidupan kita.
Beberapa saat setibanya di Kota Madinah, Abdurrahman bin Auf langsung
menuju pasar dan berniaga di dalamnya.
Dalam beberapa tempo yang
tidak begitu lama, Abdurrahman bin Auf telah menguasai pasar Madinah
yang sebelumnya dikuasai oleh Yahudi. Artinya, dengan spirit iman,
Abdurrahman bin Auf mampu menguasai sektor ekonomi yang dengan cara
seperti itu, ia bisa berkontribusi harta dalam perjuangan jihad
fisabilillah.
Akhirnya, Abdurrahman bin Auf menjadi saudagar yang
sangat kaya pada zamannya. Sampai-sampai ia pernah berinfak kepada
umat Islam sekitar tujuh ratus ekor unta beserta seluruh muatannya.
Namun,
Abdurrahman bin Auf tidak sama dengan Tsa’la bah, yang jadi kufur
karena dunia. Awalnya Tsa’labah hidup miskin, kemudian sukses dengan
usaha ternak kambingnya, lalu menjadi angkuh dan sombong karena
kekayaannya. Bahkan, ia berani menolak membayar zakat.
Beberapa
abad sebelum Abdurrahman bin Auf, di zaman Nabi Musa hidup seorang
saudagar yang sangat kaya raya, Qarun namanya. Kunci gudang harta
kekayaannya saja memer lukan satu ekor unta untuk meng angkatnya.
Tetapi,
Qarun bukan saudagar yang beriman, ia angkuh lagi sombong. Maka,
ketika ia berbuat se perti itu dan menolak mengakui keberadaan Allah
SWT yang Mahakaya, lalu mengklaim bahwa apa yang dimilikinya itu
sebagai hasil murni kepandaiannya. Allah pun menenggelamkan Qarun ke
dalam bumi beserta seluruh harta kekayaannya.
Dunia adalah
sarana menuju akhirat. “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan
Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu
melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi …” (QS 28: 77).
Jadi,
Muslim yang baik adalah yang mampu menguasai dunia untuk agama dan
akhiratnya. Bukan untuk diri dan keluarganya semata. Lihatlah bagaimana
Rasulullah juga ahli dalam dunia bisnis dan niaga. Juga perhatikanlah
bagaimana Sayidina Ali dalam perang, namun juga paling tekun dalam
ibadah.
Perhatikan pula bagaimana para nabi yang lain juga ahli
dalam bidang keduniaan. Nabi Daud ahli metalurgi, Nabi Nuh ahli
perkapalan, Nabi Musa ahli peternakan, dan Nabi Isa ahli pengobatan
serta Nabi Yusuf ahli perekonomian.
Semua ini menunjukkan bahwa
umat Islam harus unggul di segala bidang dengan tetap menjadikan
akhirat sebagai orientasi utama bukan dunia yang diutamakan, apalagi
dikuasai untuk dicintai. Wallahu a'lam.
sumber : http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/hikmah/11/10/12/lsxzn4-kuasai-jangan-cintai
0 Komentar