Jakarta - Tahun 2011 menjadi masa yang cukup berat bagi para pelaku bisnis, terutama usaha kecil dan menengah (UKM). Banyak yang akhirnya tutup karena kesalahan strategi dan juga tekanan akibat krisis global.
Menurut Federation of Independent Business, masalah utama dari bisnis UKM adalah melambatnya raihan omzet. Tanpa mengesampingkan masalah-masalah lain, Kepala Ekonomi FIB William Dunkelberg menilai, omzet merupakan kunci dari sebuah bisnis.
Sayangnya, tidak semua bisnis bisa beruntung di tahun 2011. Berikut 5 cerita kesalahan bisnis UKM yang pada akhirnya membuat mereka harus menyerah setelah berjuang keras menghadapi krisis seperti dikutip dari New York Times, Jumat (29/12/2011).
1. Pinjam Uang di Waktu yang Salah
Elizabeth Anne Bed & Breakfast didirikan pada tahun 2003 lalu dengan nilai investasi sekitar US$ 650 ribu atau Rp 5,85 miliar. Pelunasan penginapan itu dilakukan melalui cicilan. Bisnis ini terpaksa ditutup Agustus tahun ini.
PADA MASA JAYANYA.
Setelah membeli penginapan tersebut, pasangan suami istri Reinerts meraup omzet yang secara perlahan naik setiap tahunnya, dari Rp 702 juta di 2004 menjadi Rp 936 juta di 2007. "Kami mengenal sebagian besar tamu, dan mereka (tamu) saling mengenal satu sama lain," kata Kevin.
APA YANG SALAH?
Pada tahun 2007 pasutri pengusaha itu mengambil kredit baru, menambah modal untuk renovasi dapur. Pinjaman berjangka waktu 10 tahun itu, beserta bunganya, menambah total cicilan yang harus dibayar per bulan menjadi Rp 15,3 juta. Ditambah dengan berkurangnya jumlah wisatawan akibat krisis, omzet mereka anjlok 21% di 2009. Hingga pada 2010, mereka kesulitan untuk membayar cicilan akhirnya asetnya disita oleh bank.
PELAJARANNYA
Kevin menyalahkan pengambilan kredit tersebut. "Itulah penyebabnya. Waktu itu, kami tidak mengira pendapatan akan melambat," katanya. Saat ini, kedua suami istri Reinert menjalankan KR Construction, yang menyediakan jasa konstruksi rumah. Denise juga bekerja di restoran setempat, sementara Kevin manggung bersama band yang membawakan lagu-lagu The Beatles bernama Dr. Robert.
2. Semua Berjalan Sesuai Aturan
Just Moulding, sebuah perusahaan yang berbasis di Gaithersburg, Maryland, sehari-hari menjual dan memasang dekorasi rumah hasil cetakan. Perusahaan ini didirikan tahun 2004 dan ditutup April tahun ini.
PADA MASA JAYANYA
Mark Rubin dan Kevin Wales memulai perusahaan ini dengan rumah kerja kecil yang hanya menerima pemesanan kecil-kecilan. Pada tahun 2007, bisnis mereka meningkat luar biasa sehingga akhirnya memutuskan untuk menjadikannya waralaba. Keduanya meraup Rp 6,3 miliar dari 21 investor. Setelah Kevin memutuskan keluar dari perusahaan tahun 2010, mertua Mark, Richard Hayman, memutuskan untuk mengambil alih kursi presiden direktur. Tak berapa lama, omzetnya naik 20% dan menjadi perusahaan yang terus mencetak pertumbuhan laba.
APA YANG SALAH?
Pada masa resesi. Menurut Richard, perusahaan tersebut menjual produk yang diinginkan konsumen, tapi bukan produk yang benar-benar dibutuhkan. "Bentuknya hiasan untuk dekorasi rumah, bukan dinding atau atap," katanya. Saat bisnisnya mulai tumbuh dan biaya operasional semakin tinggi karena sudah menjadi waralaba, penjualannya malah anjlok. Para investor yang tertarik membuka waralabanya juga kesulitan membayar fee sekitar Rp 900 juta- 2,25 miliar hanya untuk memulai usaha ini.
PELAJARANNYA
"Kami sudah melakukan semuanya sesuai aturan," kata Richard, yang sudah menanamkan modal Rp 4,23 miliar ke perusahaannya itu. "Kami sudah memakai orang-orang terbaik, dengan produk yang jempolan. Hanya saja kami tidak bisa melawan (krisis) ekonomi," ujarnya. Dia dan Mark menolak membahas bisnis yang sedang mereka kerjakan saat ini.
3. Ketika 1% Dirasa Sudah Cukup
P & H Capital, perusahaan pembiayaan dari Brooklyn ini mengkhususkan diri di pinjaman untuk UKM, dibuka tahun 2009 dan tutup Maret kemarin.
PADA MASA JAYANYA
Shawn Porat dan Ismail Humet memulai P & H Capital dengan modal Rp 36 juta. Sebelumnya, Ismail adalah analis di Wall Street sementara Shawn pengacara perdata. Kedua sahabat itu menilai krisis subprime dan makin ketatnya likuiditas sebagai sebuah kesempatan. Pada Januari 2010, keduanya mendapat kontrak penyaluran pembiayaan senilai Rp 4,5 triliun yang dipercaya bisa meningkatkan kinerja perusahaan. "Komisi kami hanya 1%," kata Ismail, "dan 1% dari Rp 4,5 triliun adalah banyak sekali," tambahnya.
APA YANG SALAH?
Karena satu dan dua hal, perjanjian pembiayaan tersebut berhenti di tengah jalan. Pihak peminjam ragu karena uangnya akan dipakai membangun pabrik di kawasan Asia, kata Ismail, dan mereka pesimistis bernego dengan pemerintah setempat. Akhirnya, si peminjam malah mencari kredit di tempat lain. Ismail juga mengatakan, banyak klien P & H meminta jumlah uang yang tak masuk akal. "Kami pernah punya klien pemilik restoran yang butuh Rp 2,7 miliar hanya untuk buka cabang. Kami hanya sanggup sediakan Rp 1,35 miliar," ujarnya. "Dan dia tidak setuju," tambahnya.
PELAJARANNYA
Kedua sahabat itu tidak mengantisipasi betapa sulitnya menawarkan pembiayaan, bahkan dengan tawaran yang paling menarik sekalipun. Sejak ditutupnya P & H, Ismail membantu dalam pembuatan MyFreebeez.com, situs yang mempromosikan UKM hanya dengan bayaran sekedarnya.
4. Proyeksi Dana Operasional yang Payah
ScooterFood, produsen makanan anjing yang berbasis di Brooklyn, dibuka tahun 2006 dan ditutup Agustus lalu.
PADA MASA JAYANYA
Tak lama setelah insiden 11 September 2001, Michelle Lewis menjadi pengangguran setelah galeri seni tempat ia bekerja bangkrut karena lokasinya yang berdekatan dengan World Trade Center (WTC). Sebagai pecinta binatang, ia mulai memasak makanan anjing memakai bahan-bahan yang alami. Pasalnya, anjingnya yang bernama Scooter Mae tidak menyukai makanan kaleng. Seorang teman menyarankan agar Michelle menyulap makanan tersebut menjadi sebuah bisnis, dan pada 2006, dia membuka ScooterFood. Perusahaannya bahkan sempat menempati urutan kedua bisnis paling menjanjikan dalam kompetisi PowerUP! di perpustakaan umum Brooklyn dengan total hadiah Rp 45 juta.
APA YANG SALAH?
Michelle mengaku rencana bisnisnya sudah disusun jauh lebih baik dari para kompetitornya. Tapi karena makanan anjingnya tidak memakai bahan pengawet, akhirnya dia memutuskan untuk menjualnya secara beku. Tapi dia tidak menyadari bahwa di 2006 belum banyak toko binatang yang memiliki mesin pendingin. Selain itu, karena biaya logistik makanan beku cukup mahal, akhirnya harga jual jadi lebih tinggi ketimbang makanan anjing lainnya.
PELAJARANNYA
Michelle mengaku kurang cermat dalam pembukuan perusahaannya. "Saya tidak menyusun anggaran dengan baik dan tidak menghitung apakah omzetku bisa menutupi semuanya," ungkapnya. Selama lima tahun berjalan, ia sudah menginvestasikan Rp 540 juta di perusahaannya. Jika tahu sejak awal, ia mengaku tidak akan berlama-lama membuka bisnisnya. Setelah menutup ScooterFood di Agustus, Michelle membuka bisnis saus karamel bernama Spoonable. Ia akhirnya meminta bantuan profesional untuk pembukuannya.
5. Laba yang Hilang
SmartyVA adalah situs asisten virtual yuang membantu anda berlatih dalam manajemen sosial media yang berbasis di San Luis Obispo, California. Perusahaan ini dibuka tahun 2009 dan ditutup awal Februari tahun ini.
PADA MASA JAYANYA
Pada tahun 2009 Starr Hall, seorang konsultan hubungan masyarakat menerima banyak permintaan untuk manajemen sosial media, dia melihat ini sebagai kesempatan. Dia menanamkan dana Rp 90 juta untuk membentuk materi program SmartyVA dan sebauh situs dengan mesin pencari yang mencari kecocokan pekerjaan. Program berjangka waktu enam minggu itu biayanya Rp 9 juta dengan target pasar para ibu rumah tangga yang belum pernah bekerja sebelumnya. Jika kliennya tersebut berhasil mendapatkan pekerjaan lewat program tersebut, maka SmartyVA menerima 10% dari gaji mereka. Perusahaan ini meraup omzet Rp 900 juta dalam enam bulan pertama.
APA YANG SALAH?
Laba SmartyVA sangat bergantung pada keberhasilan kliennya menemukan pekerjaan yang tepat. "Ratusan klien kami lulus dari program, tapi hanya 21 yang mendapatkan pekerjaan," kata Starr. "Jika semuanya berhasil bekerja, laba kami pasti akan tinggi," tambahnya.
PELAJARANNYA
"Saya tidak mengantisipasi bedanya pola pikir antara wanita yang saya latih dengan saya sendiri," katanya. Starr sekarang kembali menjadi konsultan. Ia menerbitkan buku baru dengan judul 'The Social Wave: Why Your Business is Wiping Out with Social Media and How to Fix it.'
(ang/qom)
sumber : http://finance.detik.com/read/2011/12/30/083523/1802840/4/5-kisah-berharga-dari-bangkrutnya-usaha-kecil?991101mainnews
0 Komentar